Induksi Persalinan, Kapan Perlu Dilakukan?

Ditulis oleh: Amicis

Induksi Persalinan, Kapan Perlu Dilakukan?

Momen menanti kelahiran Buah Hati Sesuai dengan tanggal yang sudah diprediksi pasti membuatnya menjadi hal yang diantisipasi dengan perasaan bahagia. Tapi, terkadang meski sudah lewat dari waktu perkiraan lahiran, Buah Hati Belum nampak akan lahir juga. Saat hal seperti ini terjadi maka, dokter akan melakukan induksi persalinan yang membantu agar bayi bisa cepat lahir. 

Induksi persalinan ini menjadi cukup krusial dilakukan, terutama bila sudah membahayakan bagi Ibu dan bayi. Nah, kondisi apa sajakah yang menjadikan induksi persalinan perlu dilakukan, dan bagaimanakah caranya? Simak penjelasannya.

 

Pengertian Induksi Persalinan

Apa itu induksi persalinan? Induksi persalinan adalah prosedur yang dilakukan dengan tujuan merangsang otot-otot di sekitar rahim, agar persalinan bisa berlangsung secara alami lewat jalur vagina dengan mudah. Induksi persalinan akan dilakukan saat tanda-tanda persalinan tak kunjung Ibu rasakan meskipun sudah lewat dari hari kelahiran. 

Umumnya, dokter akan menyarankan induksi persalinan terutama bila ada kekhawatiran akan kesehatan Ibu dan bayi. Tapi, di samping alasan medis, ada pula alasan non-medis yang memungkinkan dokter melakukan prosedur induksi persalinan. 

Baca juga: Beberapa Latihan yang Diperlukan Sebagai Persiapan Persalinan

 

Syarat Induksi Persalinan

Nah sebelum dapat melalui proses induksi persalinan, pastinya ada hal-hal atau faktor yang akan dievaluasi oleh dokter. Mulai dari riwayat kesehatan, kesehatan bayi dalam kandungan, berat, posisi bayi, dan status serviks. Selain itu ada syarat yang perlu dipenuhi, yakni :

 

1. Usia Kandungan

Secara umum, prediksi kelahiran bayi adalah pada waktu usia kandungan memasuki minggu ke 38-42. Melansir dari jurnal An International Journal of Obstetrics and Gynecology, induksi akan dilakukan saat usia kandungan sudah mencapai lebih dari 42 minggu. Biasanya metode induksi akan dilakukan saat sudah lewat 1 hingga 2 minggu dari perkiraan lahiran.

Usia kehamilan diatas 42 minggu memiliki beragam resiko yang bisa membahayakan kesehatan Ibu dan bayi dalam kandungan, maka dari itu dokter akan segera menyarankan induksi persalinan dengan oksitosin vagina ataupun infus prostaglandin demi keselamatan Ibu dan bayi. 

2. Obesitas

Masalah obesitas pada Ibu yang tengah mengandung biasanya cukup beresiko mengalami komplikasi. Maka dari itu, kebutuhan untuk melakukan prosedur induksi ataupun operasi sesar bisa menjadi lebih tinggi. 

3. Tekanan Darah Tinggi

Bila Ibu memiliki komplikasi pada saat kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, maka dokter akan menyarankan prosedur ini. Pasalnya, tekanan darah yang tinggi selama masa kehamilan bisa meningkatkan resiko kelahiran secara prematur, kelahiran secara sesar, solusio plasenta, dan preeklamsia. 

4. Janin Berhenti Berkembang

Dokter akan menyarankan induksi persalinan pada kasus terhambatnya pertumbuhan intrauterin atau rahim. Hal ini lantaran akan mengakibatkan janin lahir prematur ataupun lahir dalam keadaan meninggal. Janin yang berhenti berkembang dikaitkan dengan resiko peningkatan morbiditas perinatal yang meliputi:

  • Palsi serebral
  • Gawat janin
  • Kejang
  • Kematian perinatal
  • Penyakit kardiovaskular
  • Hipoglikemia 

5. Ketuban Pecah Dini

Pecahnya air ketuban sebelum waktunya persalinan biasa disebut dengan ketuban pecah dini. Biasanya setelah air ketuban pecah, maka akan disusul oleh kontraksi. Akan tetapi bila tak terjadi kontraksi dalam kurun waktu enam hingga dia belas jam, maka ini bisa meningkatkan beberapa resiko seperti :

  • Janin berada dalam posisi tidak normal
  • Pelepasan dini plasenta 
  • Infeksi rahim 
  • Infeksi intra-amniotik
  • Infeksi pada janin 

6. Adanya Infeksi Rahim

Infeksi bakteri atau chorioamnionitis yang dialami selama persalinan atau sebelum persalinan bisa terjadi karena adanya bakteri yang menginfeksi amnion, korion, serta cairan ketuban di sekitar janin. 

Bila Ibu mengalami kondisi ini, maka induksi bisa menjadi alternatif bagi Bunda untuk menghindari bahaya yang mungkin saja terjadi. Melansir dari laman resmi Clinics in Perinatology, resiko infeksi pada janin ini antara lain, bisa mengakibatkan bayi terlahir dalam keadaan meninggal, prematur, sepsis neonatal, cedera otak yang berakibat pada cerebral palsy, penyakit paru-paru, dan cacat perkembangan syaraf lainnya. 

7. Cairan Ketuban Tidak Cukup

Cairan ketuban memiliki peran penting dalam membantu perkembangan bayi dalam janin. Tidak memiliki cukup air ketuban ini biasa disebut dengan oligohidramnion. Kondisi ini bisa mengakibatkan ragam hormon, nutrisi, dan sel yang berfungsi untuk mendukung perkembangan janin tidak tersalurkan dengan baik. 

Hal yang kemungkinan menyebabkan potensial kurangnya cairan ketuban ini adalah kebocoran cairan ketuban secara terus menerus karena selaput ketuban yang pecah. 

8. Plasenta Terlepas

Plasenta merupakan organ yang berkembang dalam rahim Ibu selama periode kehamilan. Plasenta yang terpisah dari dinding bagian dalam rahim sebelum waktu kelahiran biasa disebut dengan solusio plasenta, atau plasenta yang terlepas. 

Kondisi ini bisa mengakibatkan bayi dalam kandungan kekurangan oksigen serta nutrisi. Bukan hanya pada bayi, namun pada Ibu, solusio plasenta ini bisa mengakibatkan pendarahan yang hebat. Sehingga demi keamanan Bunda dan bayi, induksi persalinan kemungkinan besar akan diperlukan. 

9. Resiko Induksi Persalinan

Meski terkadang dilakukan demi keselamatan Ibu dan bayi, namun induksi persalinan, sama seperti prosedur medis lainnya tentu saja memiliki resiko sendiri. Lewat beberapa metode, rahim dapat dirangsang dengan berlebih yang alhasil mengakibatkan Bunda mengalami kontraksi yang terlalu sering. Hal ini malahan bisa menjadikan Ibu rentan akan resiko intervensi seperti:

10 Induksi Gagal

Melansir dari National Library of Medicine, setidaknya sebanyak 80% wanita yang diinduksi akan berhasil melahirkan secara normal. Namun, pada sebanyak 20% wanita, prosedur induksi bisa saja tidak berhasil. 

Adapun penyebab induksi persalinan menjadi gagal adalah:

  • Usia kandungan yang kurang dari 41 minggu 
  • Merupakan kali pertama melahirkan
  • Usia Ibu lebih dari 30 tahun
  • Ketuban pecah dini 
  • Tekanan darah tinggi
  • Diabetes gestasional

Baca juga: Memilih Dokter atau Bidan yang Baik untuk Melahirkan

11. Detak Jantung Bayi Lemah

Obat yang digunakan dalam proses induksi persalinan oksitosin maupun prostaglandin bisa mengakibatkan kontraksi yang berlebihan. Hal ini bisa mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen kepada bayi di dalam rahim. Kekurangan oksigen akan menyebabkan menurunnya detak jantung Si Kecil. 

12. Infeksi

Beberapa cara yang dilakukan pada metode induksi seperti memecahkan selaput ketuban malahan bisa meningkatkan resiko infeksi, bagi bagi Bunda maupun bayi di dalam rahim. 

13. Pendarahan Usai Persalinan

Metode induksi akan meningkatkan resiko otot rahim Ibu tak akan berkontraksi dengan baik usai persalinan (atonia uteri). Kondisi ini bisa mengakibatkan pendarahan usai melahirkan.

14. Ruptur Uteri

Ruptur uteri merupakan komplikasi yang memang jarang ditemui, namun kondisi ini cukup serius. Ruptur uteri merupakan kondisi dimana rahim dirobek sepanjang garis bekas luka dari operasi sesar yang dilakukan sebelumnya. Prosesi ini diperlukan untuk mencegah komplikasi yang bisa membahayakan kesehatan Ibu dan Si Kecil. Dalam kasus yang gawat, tak menutup kemungkinan bahwa rahim Ibu mungkin perlu diangkat. 

Karena banyaknya komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan, maka penting bagi Bunda untuk selalu memeriksakan kondisi kandungan secara berkala. Bukan hanya itu, Ibu juga perlu menjaga kecukupan gizi Ibu dan Buah Hati dengan memakan makanan bergizi dan tambahkan juga Prenagen Mommy untuk melengkapi nutrisi harian Ibu dan Buah Hati. 

 

Nah Bu, pada dasarnya melakukan induksi persalinan merupakan keputusan serius yang perlu dipikirkan masak-masak. Penting bagi Ibu untuk berkonsultasi dengan dokter untuk pilihan yang terbaik.