Penting! 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak Selama Pandemi

Ditulis oleh: Redaksi Klikdokter.com

Penting! 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak Selama Pandemi

Sejak usia dini, kesehatan mental anak sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Keduanya sama-sama bertujuan demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya hingga dewasa. Pentingnya kesehatan mental anak tidak hanya berfungsi dengan baik di rumah, namun juga di sekolah dan lingkungan mereka berada. Tentunya, hal ini bisa membantu mereka dalam pengelolaan emosi dan keterampilan sosial.

Baca juga:Ingin Menasihati Anak? Ini Tipsnya, Bu!

Menurut United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), anak-anak yang sehat secara mental memiliki peluang lebih besar dalam menjalani kehidupan bahagia dan sukses. Sedangkan, anak-anak dengan kesehatan mental buruk dapat mempengaruhi cara belajar, berperilaku hingga menangani emosi mereka. Selama pandemi COVID-19, kesehatan mental dialami semua orang termasuk anak dan remaja. Bahkan UNICEF mencatat lebih dari 330 juta anak berada di rumah saja hingga Maret 2021.

Kecemasan anak-anak dan emosi negatif pun meningkat seperti takut, kecewa, sedih muncul selama pandemi ini. Untuk itu, anak perlu dukungan Ibu, Ayah dan keluarga agar beradaptasi dengan perubahan yang berkembang selama pandemi. Lalu, bagaimana cara menjaga kesehatan mental anak selama pandemi ini? Apakah dampak yang bisa dialami Buah Hati? Lihat selengkapnya di sini, Bu.

Pengertian Kesehatan Mental Anak

Kesehatan mental anak menurut WHO atau World Health Organization, yakni komponen integral dan esensial dari kesehatan, dimana kesehatan merupakan keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Kesehatan mental lebih dari sekedar tidak adanya gangguan atau cacat mental. Baik kesehatan mental remaja dan kesehatan mental anak, adalah keadaan dimana menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup, beraktivitas secara produktif dan mampu memberikan kontribusi pada lingkungannya.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin dalam keadaan tentram dan tenang sehingga memungkinkan untuk menikmati kehidupan sehari-hari, serta menghargai orang lain di sekitarnya. Seseorang yang kesehatan mental sehat mampu menggunakan kemampuan atau potensinya secara maksimal dan menjalin hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya, seseorang yang kesehatan mental terganggu tidak dapat mengendalikan emosinya dan mengarah pada perilaku buruk.

Dampak Pandemi Terhadap Kesehatan Mental Anak

Seperti yang dipaparkan di atas, anak mulai merasa cemas dan khawatir dengan pandemi yang tidak kunjung usai. Bisa jadi tanda-tanda kecemasan ringan terjadi padanya, seperti kesulitan tidur atau berkonsentrasi. Oleh karena itu, peran orang tua menjadi sangat penting meski tentu saja tidak mudah menjaga kesehatan mental anak selama pandemi. Berikut paparan UNICEF, gejala perilaku yang dapat timbul dari kesehatan mental anak selama pandemi:

  • Anak-anak di bawah 5 tahun: selalu menempel pada Ibu dan Ayah, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, takut gelap, serta kemunduran perilaku atau penarikan diri dari interaksi.
  • Anak-anak antara 5 hingga 10 tahun: lebih cepat marah, kemelekatan terhadap suatu hal, mimpi buruk, konsentrasi yang buruk, penghindaran dari sekolah dan tidak ingin bersosialisasi dengan teman-teman.
  • Remaja antara 10 hingga 19 tahun: gelisah, gangguan tidur dan makan, konflik yang selalu meningkat, keluhan fisik, perilaku dan konsentrasi yang buruk.

Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak di Masa Pandemi

Jika Ibu dan Ayah sudah tahu pentingnya kesehatan mental anak, berikut ini cara yang bisa dilakukan agar anak tetap terjaga kesehatan mentalnya selama pandemi:

1. Lakukan Rutinitas yang Biasa Dilakukan

Sebelum dan sesudah adanya pandemi, tentu banyak aktivitas dan rutinitas yang berbeda. Salah satunya, anak harus belajar di rumah demi tidak mengalami penularan virus. Rutinitas yang berbeda akan cenderung membuat anak menjadi cemas, stres bahkan mungkin mengganggu kesehatan mental. Untuk itu, Ibu dan Ayah bisa mempertahankan rutinitas yang sudah biasa dilakukan. Misalnya setiap akhir pekan bersepeda, maka lakukanlah hal itu di pekarangan rumah. Tempatnya saja yang berbeda, namun rutinitas tetap sama. Ibu dan Ayah juga bisa mendukung pembelajaran di rumah, dengan sebisa mungkin menyisihkan waktu untuk menjawab pertanyaan mereka.

2. Ajak Anak Lebih Terbuka

Hal ini tentu bisa dilakukan dan tidak sulit, Bu. Ibu dan Ayah bisa mencari bahasa yang dimengerti usia anak dalam menjelaskan kondisi pandemi. Ceritakan bahwa dunia tidak sedang baik, namun jika anak cemas tentang pandemi tetap ada Ibu dan Ayah yang menemani. Ingatkan kembali jika COVID-19 bisa disembuhkan, sehingga mereka merasa aman berada di lingkungannya misalnya dengan sering mencuci tangan, hindari menyentuh wajah dan menerapkan physical distancing.

Ajak dia untuk mengungkapkan atau mengekspresikan perasaannya dengan cara positif. Ini bisa dilakukan saat menjalankan aktivitas, misalnya saat sedang bermain atau menggambar. Anak-anak juga bisa lebih terbuka saat tetap berhubungan dengan teman atau anggota keluarga lainnya. Ibu dan Ayah bisa menggunakan media online seperti video call, chat atau telepon.

3. Pastikan Anak Tidak Bergantung Pada Dunia Online

Saat pandemi, semua orang dihimbau untuk di rumah saja. Hampir seluruh kegiatan dilakukan secara daring atau online. Untuk menjaga kesehatan mental anak, Ibu dan Ayah bisa menjaga waktu screen time setelah sekolah melalui online. Ajak anak untuk melakukan aktivitas secara offline bersama, misalnya saja bermain air atau menyiram tanaman di pekarangan rumah, bermain bola, menggambar, memasak makanan kesukaan dia hingga bernyanyi dan menari.

4. Cek Informasi yang Anak Lihat dan Dengar

Anak sering kali mengetahui informasi yang mereka lihat dan dengar dari media yang beredar. Namun informasi tersebut harus ibu dan Ayah pastikan kebenarannya. Banyak informasi tidak benar atau hoax yang rentan mereka dengar. Jika Ibu dan Ayah tidak paham betul terhadap apa yang mereka pertanyakan, sebaiknya mencari terlebih dahulu dari sumber terpercaya.

Kurang tepat dalam menjawab membuat mereka menggabungkan informasi yang mereka terima sebelumnya dan informasi dari Ibu dan Ayah. Cari tahu jawaban tersebut bersama anak dengan sumber informasi dari UNICEF atau WHO. Dalam situs web tersebut, Ibu dan Ayah juga bisa mendapatkan jurnal kesehatan mental anak dan remaja, atau makalah kesehatan mental anak.

Baca juga:Permainan-permainan yang Merangsang Motorik Anak

5. Dukung Anak Merasa Nyaman Saat Kembali ke Sekolah

Saat ini di Indonesia, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) atau belajar di sekolah mulai dilakukan uji coba dengan ketentuan yang berbeda tiap daerah. Tentunya hal ini akan menimbulkan rasa cemas pada anak. Bagaimana jika bertemu guru dan teman-teman setelah sekian lama? Anak akan rentan mengalami gangguan kesehatan mental jika tidak didukung Ibu dan Ayah. Jelaskan padanya wajar kalau merasa gugup dan cemas. Ibu dan Ayah bisa menjadi pendengar setia juga setiap dia pulang sekolah. Ingatkan kembali Buah Hati untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, serta banyak hal-hal positif menanti mereka di sekolah!