Bagi banyak calon orang tua, mendengar kata Down Syndrome bisa memicu kekhawatiran. Kondisi ini merupakan kelainan genetik yang menyebabkan gangguan perkembangan fisik dan intelektual. Salah satu ciri khas dari anak yang mengalami Down Syndrome adalah adanya salinan tambahan pada kromosom 21, yang kemudian berdampak pada pertumbuhan mereka secara keseluruhan.
Meski penyebab pastinya tidak bisa dicegah, memahami berbagai faktor yang memicu kondisi ini sangat penting, terutama bagi Ibu hamil yang tengah merencanakan atau menjalani kehamilan. Dengan pengetahuan yang tepat, risiko dapat dikenali lebih awal, dan langkah medis yang tepat dapat dilakukan sedini mungkin.
Artikel ini mengulas secara menyeluruh tentang penyebab Down Syndrome, mulai dari perubahan kromosom, faktor usia kehamilan, hingga peran genetika dan pentingnya deteksi dini.
Salah satu penyebab utama Down Syndrome berkaitan langsung dengan usia kehamilan. Semakin tua usia Ibu saat mengandung, semakin tinggi pula risiko terjadi kesalahan saat pembelahan sel telur. Ibu yang hamil di usia 35 tahun atau lebih berisiko lebih besar melahirkan anak dengan kondisi ini karena kualitas sel telur cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
Kesalahan ini bisa menyebabkan adanya kelebihan kromosom, khususnya kromosom 21. Akibatnya, janin memiliki tiga salinan kromosom 21, bukan dua seperti biasanya. Kondisi ini disebut trisomi 21 dan menjadi penyebab paling umum dari Down Syndrome.
Namun demikian, sebagian besar anak yang lahir dengan Down Syndrome justru berasal dari kehamilan pada wanita di bawah usia 35 tahun. Ini karena secara statistik, lebih banyak perempuan hamil pada usia tersebut. Maka dari itu, tidak hanya Ibu hamil usia lanjut, tetapi setiap Ibu sebaiknya rutin memeriksakan kehamilan untuk memantau kondisi janin dan mengenali ciri hamil janin Down Syndrome sedini mungkin.
Anak yang mengalami Down Syndrome umumnya menunjukkan beberapa ciri fisik khas sejak lahir. Salah satu yang paling sering dikenali adalah bentuk wajah yang cenderung datar dengan hidung kecil dan mata sipit ke atas. Selain itu, anak-anak ini biasanya memiliki tonus otot yang rendah (hypotonia) yang mempengaruhi kekuatan otot dan perkembangan motorik mereka.
Telapak tangan anak dengan Down Syndrome juga memiliki garis tunggal melintang atau yang dikenal sebagai simian crease. Ciri lain yang mungkin terlihat adalah jari tangan dan kaki yang pendek, leher pendek, serta ukuran kepala yang sedikit lebih kecil dari ukuran normal.
Meskipun ciri fisik ini umum terjadi, tingkat keparahan dan kombinasi gejalanya bisa berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Mengenali ciri-ciri tersebut sejak awal bisa membantu orang tua segera mendapatkan dukungan medis dan terapi yang dibutuhkan.
Penyebab utama Down Syndrome terletak pada adanya kelebihan kromosom 21. Secara normal, setiap individu memiliki 46 kromosom dalam 23 pasang. Pada anak dengan Down Syndrome, terdapat satu salinan tambahan pada kromosom pasangan ke-21.
Ada tiga jenis perubahan kromosom yang bisa menyebabkan kondisi ini:
Trisomi 21 adalah bentuk yang paling umum, terjadi pada sekitar 95% kasus. Kesalahan terjadi saat pembentukan sel telur atau sperma, menyebabkan seluruh sel tubuh anak memiliki tiga salinan kromosom 21. Inilah yang memicu ciri khas dan gejala Down Syndrome.
Mosaic trisomi 21 merupakan bentuk yang lebih jarang, di mana hanya sebagian sel tubuh yang memiliki kromosom ekstra. Sisa sel lainnya tetap memiliki jumlah kromosom normal. Karena tidak semua sel terpengaruh, anak dengan jenis ini bisa memiliki gejala yang lebih ringan, tergantung pada proporsi sel yang abnormal.
Translokasi trisomi 21 terjadi saat sebagian kromosom 21 menempel pada kromosom lain. Dalam beberapa kasus, translokasi ini diturunkan dari salah satu orang tua yang membawa perubahan genetik tanpa gejala. Bentuk ini tidak kalah serius dan biasanya menunjukkan gejala yang serupa dengan trisomi 21.
Mengetahui jenis perubahan kromosom sangat membantu dalam proses diagnosis dan perencanaan perawatan yang sesuai bagi anak, terutama jika ditemukan pertumbuhan janin terlambat selama masa kehamilan.
Membedakan jenis Down Syndrome penting dilakukan karena berkaitan erat dengan pendekatan medis dan pengasuhan yang diperlukan. Seperti dijelaskan sebelumnya, trisomi 21 merupakan bentuk yang paling umum, sedangkan mosaic dan translokasi memerlukan pemeriksaan genetik lebih lanjut untuk memastikannya.
Pada anak dengan mosaic trisomi 21, gejala bisa tidak terlalu jelas terlihat karena sebagian sel masih normal. Ini berarti perkembangan kognitif dan fisik anak mungkin lebih baik dibanding anak dengan trisomi 21 lengkap.
Sementara itu, translokasi trisomi 21 menuntut perhatian lebih dalam konteks genetika keluarga. Jika salah satu orang tua adalah pembawa translokasi, maka risiko kelahiran anak berikutnya dengan Down Syndrome bisa meningkat, meskipun kedua orang tua tidak memiliki gejala.
Konsultasi dengan spesialis genetik menjadi langkah penting bagi pasangan yang memiliki anak dengan Down Syndrome, atau yang ingin mengetahui risiko kehamilan berikutnya.
Selain faktor usia, genetika juga memegang peran signifikan dalam penyebab Down Syndrome. Jika salah satu orang tua merupakan pembawa kelainan kromosom, seperti translokasi pada kromosom 21, maka risiko terjadinya Down Syndrome pada anak meningkat meskipun orang tua tampak sehat.
Kondisi ini bisa diketahui melalui tes darah yang memeriksa susunan kromosom. Pemeriksaan ini tidak hanya berguna bagi pasangan yang sudah memiliki anak dengan Down Syndrome, tapi juga penting dilakukan sebagai bagian dari perencanaan kehamilan.
Konseling genetik sangat disarankan untuk memahami risiko di masa depan. Konselor genetik dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kemungkinan anak berikutnya mengalami Down Syndrome dan menawarkan pendekatan medis atau reproduktif yang sesuai.
Deteksi dini terhadap kondisi Down Syndrome bisa dilakukan selama kehamilan melalui beberapa metode medis, seperti chorionic villus sampling (CVS) yang dilakukan antara minggu ke-10 hingga ke-13. Pemeriksaan ini mengambil sampel dari jaringan plasenta untuk mengetahui apakah ada kelainan kromosom pada janin.
Selain CVS, terdapat amniosentesis yang biasanya dilakukan pada trimester kedua. Kedua prosedur ini termasuk pemeriksaan diagnostik yang memiliki tingkat akurasi tinggi.
Untuk skrining awal yang noninvasif, tersedia pula NIPT (Non-Invasive Prenatal Testing), yaitu tes darah Ibu yang mendeteksi fragmen DNA janin dan bisa memberikan indikasi risiko Down Syndrome. Pemeriksaan ini juga sekaligus bisa mengetahui kadar hormon kehamilan yang berperan dalam perkembangan janin.
Bagi Ibu yang memiliki faktor risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun atau riwayat keluarga dengan kelainan genetik, berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan jenis pemeriksaan yang paling sesuai menjadi langkah krusial.
Meskipun tidak ada cara untuk mencegah Down Syndrome sepenuhnya, langkah-langkah sehat sebelum dan selama kehamilan tetap bisa dilakukan untuk mendukung tumbuh kembang janin secara optimal. Salah satunya adalah dengan memperhatikan nutrisi, khususnya asupan asam folat.
Asam folat berperan penting dalam pembentukan tabung saraf dan perkembangan otak janin. Kekurangan asam folat dapat meningkatkan risiko cacat lahir pada sistem saraf pusat. Oleh karena itu, mencukupi kebutuhan asam folat sebelum dan selama kehamilan sangat disarankan.
Sumber asam folat alami bisa diperoleh dari sayuran berdaun hijau, alpukat, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain itu, Ibu juga bisa mempertimbangkan mengonsumsi susu dengan nutrisi lengkap yang diformulasikan khusus untuk program hamil, seperti PRENAGEN Esensis, guna mendukung kesiapan tubuh menghadapi kehamilan.
Baca lebih lanjut manfaat susu ini di sini yuk: Manfaat Susu PRENAGEN Esensis untuk Promil.
Memahami penyebab Down Syndrome sejak dini memberikan kesempatan bagi orang tua untuk mengambil langkah yang lebih terencana. Baik dari sisi pemeriksaan, pendekatan genetik, maupun dukungan nutrisi, semuanya berperan penting dalam menciptakan kehamilan yang sehat.
Meskipun kelainan kromosom seperti Down Syndrome tidak bisa dihindari sepenuhnya, informasi yang tepat, pemeriksaan rutin, dan pola hidup sehat dapat memberikan peluang terbaik bagi anak untuk tumbuh dengan kualitas hidup yang baik. Dukungan dari keluarga dan tenaga medis menjadi fondasi utama dalam mendampingi anak-anak yang lahir dengan kondisi ini agar mereka dapat berkembang secara optimal dan bahagia.